Pemakzulan: Apa Itu dan Siapa Saja yang Bisa Dimakzulkan?
Hai, Sobat Politik! Istilah pemakzulan (impeachment) pasti sering banget kamu dengar, apalagi kalau lagi ada isu serius di pemerintahan atau dugaan pelanggaran hukum oleh pejabat tinggi. Tapi, sudah tahu belum sih, apa sebenarnya arti dari pemakzulan itu? Dan siapa saja yang bisa dikenai tindakan serius ini?
Dengan memahami lebih jelas makna pemakzulan, kita sebagai warga negara diharapkan bisa merespons perkembangan politik dan pemerintahan dengan lebih bijak serta kritis. Jangan cuma ikut-ikutan, ya!
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh, yuk kita bahas bareng penjelasan mengenai pengertian pemakzulan dan siapa saja yang dapat dikenai proses ini, seperti yang sudah kami rangkum dari berbagai sumber terpercaya.
Pengertian kata pemakzulan
Yuk, kita bedah lebih dalam makna pemakzulan ini menurut sumber yang paling kredibel: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan juga konstitusi kita!
Dalam KBBI, istilah makzul diartikan sebagai status di mana seseorang berhenti dari jabatannya atau turun dari takhta. Dari kata dasar inilah, muncul bentuk turunan seperti memakzulkan dan pemakzulan.
- Memakzulkan sendiri merujuk pada tindakan menurunkan seseorang dari takhta, memberhentikannya dari suatu jabatan, atau bahkan secara sukarela melepas kedudukannya, terutama dalam konteks kerajaan di masa lalu.
- Sementara itu, pemakzulan menggambarkan proses, cara, atau tindakan untuk menurunkan atau memberhentikan seseorang dari jabatan tersebut.
Berdasarkan pengertian ini, pemakzulan terhadap presiden bisa diartikan sebagai suatu prosedur resmi untuk memberhentikan kepala negara dari posisinya. Ini adalah langkah serius yang memiliki landasan hukum.
Aturan Pemakzulan dalam UUD 1945
Lalu, bagaimana dengan aturannya di Indonesia? Sebenarnya, aturan mengenai pemakzulan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Hanya saja, konstitusi kita tidak secara eksplisit menggunakan kata “makzul”, “memakzulkan”, atau “pemakzulan”.
UUD 1945 menggunakan istilah “diberhentikan” atau “pemberhentian” untuk menyampaikan makna yang serupa. Meski beda istilah, esensinya sama: adanya mekanisme resmi untuk memberhentikan pejabat tinggi dari jabatannya jika terjadi pelanggaran atau kondisi tertentu.
Pemakzulan hanya saja dapat diterapkan pada presiden atau delegasi presiden yang sudah ada menjabat
Feri Amsari, ahli Hukum Tata Negara, menjelaskan bahwa pemakzulan semata-mata bisa jadi dijalankan terhadap presiden juga duta presiden yang mana sudah pernah secara resmi menjalankan tugasnya.
Dengan kata lain, seseorang yang tersebut baru terpilih sebagai presiden atau duta presiden, namun belum dilantik, tak dapat dikenai langkah-langkah pemakzulan. Adapun langkah-langkah pemakzulan di dalam Nusantara diatur dengan mekanisme tertentu, yang mana dimulai dari:
• Penyampaian pendapat oleh sedikitnya 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
• Dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
• Dan diakhiri dengan pengambilan tindakan dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Penting banget buat diingat, mekanisme pemakzulan ini bukan jalur yang bisa diambil sembarangan, apalagi cuma karena alasan tidak suka atau sentimen politik. Setiap tahapannya menuntut:
- Bukti yang kuat: Tuduhan harus didasari oleh fakta dan bukti yang tak terbantahkan.
- Proses hukum yang adil: Ada tahapan yang harus dilalui sesuai koridor hukum, menjamin hak-hak pihak terkait.
- Pertimbangan konstitusional yang ketat: Semua harus sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan yang berlaku.
Tujuan utama dari semua kerumitan ini adalah untuk menjaga stabilitas pemerintahan. Selain itu, ini juga memastikan bahwa pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden benar-benar didasarkan pada pelanggaran serius yang telah terbukti, bukan karena tekanan urusan politik atau kepentingan kelompok tertentu. Ini adalah jaminan agar kekuasaan tidak disalahgunakan dan negara tetap stabil.
Artikel ini disadur dari Apa arti pemakzulan? Ini pengertian dan penerapannya di Indonesia